Sangkuni
Sangkuni
Sangkuni yang kekinian,
Sudah ga melulu pasang kumis tebal,
Versi skrg ada yg berbibir merah & berpenampilan geulis.
Sudah ga melulu pasang kumis tebal,
Versi skrg ada yg berbibir merah & berpenampilan geulis.
Walaupun isi hatinya sama aja, ga ada perubahan,
Selalu bawa agenda rahasia penuh racun dunia,
Bibir berkata manis penuh puja puji,
Siapa sangka di balik itu fitnah keji menjadi2?
Selalu bawa agenda rahasia penuh racun dunia,
Bibir berkata manis penuh puja puji,
Siapa sangka di balik itu fitnah keji menjadi2?
Sang penguasa berhati bimbang
Sulit menentukan pilihan ke kiri atau ke kanan.
Sangkuni dgn konsistensi tinggi mengingatkan..."wahai raja yg budiman, ingatlah aku sang guru, yang selalu setia disisimu, membelamu dgn segenap jiwa dan raga. Yang siap mengangkat busur membidik anak panah jika ada yang membantah. Mana yang kau pilih, dia atau aku?"
Sulit menentukan pilihan ke kiri atau ke kanan.
Sangkuni dgn konsistensi tinggi mengingatkan..."wahai raja yg budiman, ingatlah aku sang guru, yang selalu setia disisimu, membelamu dgn segenap jiwa dan raga. Yang siap mengangkat busur membidik anak panah jika ada yang membantah. Mana yang kau pilih, dia atau aku?"
Bukan sekali ini gw berhadapan dengan Sangkuni. Kadang berkumis, kadang kurus, kadang gemuk, kadang doyan selfie, kadang cinta diri.
Mungkin karena uang (pastinya), mungkin karena kekuasaan, atau mungkin hanya sekedar rasa takut kehilangan kedekatan & kesempatan, selalu jadi pihak ketiga dalam berbagai kesempatan. Ga peduli siapa yg jadi pihak kedua, dia selalu hadir mengemuka.
Beropini, twisting my every words. Lidah tak bertulang, ahli bersilat lidah. Dimana merekonstruksi komunikasi masa kini bkn hal yg sulit tinggal karena Sangkuni skrg sudah menguasai teknologi alat komunikasi.
Walaupun akhirnya terbuka pintu kebenaran secara tdk sengaja, Sangkuni tetap berkata2 manis, seakan abang yg kehilangan akal sehat..."adik cantik, adik cantik, dengarlah aku wahai cantik. Abangmulah yang salah selama ini. Aku selalu bilang kamu cantik dan baik. Ingat adik cantik, selama ini akulah yang menahan abangmu menutup pintu. Aku sungguh setia pada abangmu, cantik. Sekian belas tahun kubasuh kakinya, abangmu sungguh raja yg terhormat dan budiman".
Dan tanpa gw sadar, sebuah belati sudah tertancap dalam. Abang tersayang yg menghunus & menikam. Lirih bibir berbisik selayaknya Julius Caesar bertanya pada Brutus seraya menghela napas terakhirnya..."Et tu Abang?"
Biarlah sang waktu yang akan membuka rahasia di balik agenda.
Sudah saatnya buat gw untuk berkontemplasi, semedi, menarik diri dari hiruk pikuk keriuhan yg hanya bisa didengar dengan hati,
Berserah diri pada Illahi Rabbi.
Hanya Allah yg ga pernah salah. Dan demi masa, ga ada yg bisa merubah masa lalu. Kesalahan sudah terbuat, kata2 sudah terucap.
Yg bisa gw perbuat skrg hanya belajar pasrah & ikhlas. Karena setiap orang dihadirkan dalam hidup gw untuk mengajarkan sesuatu.
Gw adalah murid yg sering lupa, mudah berpuas diri, malas mengasah hati & menempa jiwa.
Itu sebabnya selalu datang guru untuk mengingatkan, terlepas dari rupa dan kelakuan, karena manusia tidak akan pernah berhenti belajar.
Comments
Post a Comment