Di Kala Tinggi Badan Hanya Menengah Ke Bawah

Selama ini gw berpikir bahwa gw itu lumayan tinggi. Karena dulu, selalu baris di jajaran belakang. Dan memang sih, untuk angkatan gw sih gw ga tergolong cebol.

Entah kenapa, akhir2 ini masalah tinggi badan kerap mengemuka. Entah karena anak gw yg semakin tinggi dan ga pernah luput mengingatkan? Atau karena setiap liat foto2 gw, ternyata gw hanya setinggi dada kolega2 gw? Atau someone has actually mentioned it to my friend...about the way we look side by side. Setinggi setengah dada dowang..."coba dia lbh tinggi sedikiiiiit aja".

Punya tinggi badan yg menengah ke bawah itu sebenernya ada sisi baiknya. Punya semangat juang yg tinggi. Mau naik bis hrs pegangan. Mau ambil gelas di pantry kantor, hrs jinjit. Mau liat anak di meja operasi? Naik bangku manjat tingkat terakhir. Mau diperiksa dokter, hrs milih antara naik bangku sama minta turunin bednya, baik2 amalan sm suster aja. Untung malem2 ga pernah disangka tuyul...

Yang paling kampret kalo punya temen cowo tinggi. Nih gw kasih gambaran. Pakai high heels karena mau meeting. Pulangnya jalan kaki. Temen2 gw semua..semuaaa...rata2 tinggi 175-187an. Bayangkan kecepatan kayuhan kaki gw untuk mengimbangi mereka? Velocity minus aerodinamis. Berpeluh, kaki keram, mulut kering.

Sosialita kampung ala2 gw dalam setiap acara hampir selalu ada cipika cipiki. Mau cium pipi aja hrs berjuang jinjit dulu & tetap ga sampe walaupun sudah diganjal high heels. Masa gw hrs salim? Please deh aah!

Skrg buat gw yg penting adalah gimana caranya memberikan kesan tinggi tanpa harus tinggi hati atau kena Napoleon Syndrome. Mind over matters. That I own the shxt. Show the world that I am tall in my own special way. Then I will never be seen as a dwarf. Ga bakalan diliat sebagai si cebol.

So future husband, whoever you are, wherever you are, it is not me who is short. But the world has grown taller without giving me any written notice. Capish? Pahaaam?

Comments

Popular Posts